Setiap sebelum tidur saya mempunyai kebiasaan menonton, membaca, dan bahkan berdiskusi dengan teman satu atap. Dalam peringatan sumpah pemuda kali ini saya memilih untuk membuka platform YouTube dan saya melihat ada video menarik untuk ditonton, yaitu video diskusi “Anak Muda Vs Mahfud MD, Kita Rawat Nalar Bangsa" dalam channel YouTube Mahfud MD Official. Setelah saya menonton video tersebut rasanya ada sesuatu yang klik di kepala saya. Selama ini, saya jadi berpikir kalau kita ini sering keliru ketika melihat sumpah pemuda. Kita terjebak merayakannya sebagai seremonial sejarah yang usang, sebuah kebiasaan tahunan yang selalu kita lakukan untuk mengingat masa lalu yang hebat, tapi terasa sangat jauh dari realita kehidupan kita sekarang. Lewat video ini saya sadar bahwa sumpah pemuda bukanlah benda mati, melainkan sebuah nalar perjuangan, sebuah pola pikir yang sebenarnya sangat relevan untuk melawan penjajah masa kini, yang wujudnya jauh lebih samar dan hampir tidak terlihat namun tak kalah berbahaya dengan kolonialisme.
Seperti yang dikatakan Prof. Mahfud MD “Tantangan kita sekarang adalah keserakahan”. Artinya, tantangan kita saat ini bukan lagi kolonial belanda, jepang, inggris, dsb. Melainkan tantangan kita adalah melawan wujud keserakahan dan ketidakadilan yang melahirkan korupsi-korupsi yang merugikan masyarakat kemudian menimbulkan diskriminasi. Kita juga dijajah oleh birokrasi yang lumpuh, seperti diungkapkan Leon Hartono (The Overpost) “mengurus izin bisa lebih sulit daripada membangun gedung pencakar langit”. Sebuah sistem yang membunuh potensi anak muda. Lebih jauh, kita masih dijajah oleh diskriminasi dan pandangan kaku internal, seperti rasis positif yang diangkat oleh Arie Kriting. Kemudian hal inilah mengkhianati semangat persatuan sejati. (https://youtu.be/nuJ_tHEEWf4?si=_sI0jmqDMZAlhrNS)
Momen inilah yang membuat saya ingat dengan ucapan Prof. Mahfud dalam video tersebut, bahwa pemuda sekarang jangan lagi mengatakan "saya orang sumatera, saya orang sulawesi, saya orang jawa, saya orang timur," tapi katakanlah "saya orang Indonesia." Pernyataan ini adalah inti dari nalar sumpah pemuda. Secara tidak langsung para pemuda di tahun 1928 sejatinya sedang mempraktekkan karakter tawassuth (moderat/jalan tengah) dalam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Mereka menolak ekstremisme kedaerahan yang sempit demi mengambil posisi tengah yang adil dan lebih besar, yaitu Indonesia. Penerapan nalar tawasuth inilah yang membuat pemuda di tahun 1928 mampu menurunkan ego masing-masing demi tujuan besar yang justru jauh lebih kita butuhkan hari ini untuk membongkar musuh-musuh internal kita. (Menumbuhkan Sikap Tawassuth di Era Hasut - Media Santri NU)
Lewat video ini juga saya jadi sadar bahwa tantangan kita mungkin jauh lebih rumit. Pemuda di tahun 1928 bersatu melawan musuh yang terlihat jelas, yaitu penjajah kolonial. Kita, seperti yang digambarkan para narasumber dalam video tersebut. Melawan sistem tidak kasat mata, yang ironisnya seringkali kita sendiri menjadi bagian di dalamnya. Kita ingin sekali melawan diskriminasi, padahal kita sendiri mungkin masih tertawa saat Arie Kriting memberi contoh kalau orang timur yang selalu dijadikan keamanan. Ini adalah perjuangan melawan diri sendiri sekaligus melawan sistem yang tidak kasat mata.
Setelah menonton video ini, saya semakin yakin sudah saatnya kita berhenti mengenang sumpah pemuda sebagai upacara. Kita harus mulai menggunakannya sebagai audit nalar tahunan sebuah ajakan bagi generasi muda untuk menuntut perubahan sistemik dan bagi kita semua untuk mempraktikkan persatuan sejati dalam melawan ketidakadilan nyata di sekitar kita.
Pada akhirnya, diskusi ini bukan sekadar keluh kesah. Saya menangkap ada optimisme, seperti yang dicerminkan Abigail, bahwa pemuda di zaman penjajahan pun berani membayangkan hal yang mustahil. Video ini adalah bahan bakar. Nalar Sumpah Pemuda adalah keyakinan bahwa meski sistemnya bobrok, imajinasi kolektif anak muda yang bersatu untuk menuntut perbaikan seperti yang juga disinggung Ferry Irwandi adalah kekuatan yang nyata. Perubahan itu butuh waktu, tapi nalar untuk memulainya harus kita hidupkan dari sekarang.

0 Komentar